Perahu Kertas dan Analisisku


Setelah bertahun-tahun akhirnya baru kali ini beneran nonton dan baca ‘Perahu Kertas’ dengan serius. Ada banyak tokoh yang dimasukkan di dalamnya. Kugy yang ceria dan aneh, Keenan yang cerdas tapi introvert, Noni yang perfeksionis, Eko yang bijak dan tidak pernah memihak, Wanda yang ambisius, Ojos yang over protective, Remi yang penyayang dan tulus, Luhde yang dewasa dan pengertian. Semua peran memiliki porsinya masing-masing yang membuat jalan ceritanya sungguh apik dan pas. Mbak Dee beneran keren dan bikin aku merasa terhanyut bersama perasaan-perasaan yang dialami oleh tokoh-tokoh di dalamnya.

Awalnya aku terkesan dengan tokoh utama yang bernama Kugy, menurutku dia adalah sosok yang ceria dan apa adanya. Dia tidak takut terhadap penilaian orang lain terhadap dirinya, asal menurutnya apa yang dikerjakannnya benar, tidak merugikan orang lain dan membatnya nyaman. Thats all. Awalnya aku sedih banget karena Kugy akhirnya harus merelakan hatinya untuk melepaskan seseorang yang disayanginya (dicintainya). Keenan. Aku jadi ikutan sesak, seolah-olah aku yang berada di posisi itu. Alhasil aku harus nerusin baca novel ini setelah semua orang di rumah tidur, karena takut ketahuan mewek tanpa alasan. -_-‘

Lanjut ke bab-bab selanjutnya, dan tibalah saat dimana Keenan akhirnya ‘kabur’ ke Bali. Saat itulah muncul sosok yang bernama Luhde. Ku pikir, dari semua tokoh dalam novel ini Luhde adalah tokoh yang paling aku suka. Dia hadir dalam kehidupan Keenan dan membantunya untuk perlahan-lahan bangkit, sesuatu yang tidak satupun dari tokoh yang lain lakukan untuknya. Well, mungkin memang karena mereka sedang tidak mengerti apa yang dihadapi sahabatnya itu. Menurutku membuat orang lain menjadi terkesan dan memilikinya itu mudah, tapi membantu orang yang hatinya tersakiti karena ‘orang lain’ hingga sembuh dan kemudian merelakannya kembali kepada ‘orang lain’ itu rasanya pasti sulit sekali.

Seperti yang sudah dituturkan penulis, Luhde itu seperti bidadari yang jatuh dari langit. Ditinjau dari usianya yang masih muda (ABG) dia sudah mampu untuk mengatakan hal-hal bijak yang bahkan tidak pernah terfikir oleh orang yang lebih dewasa darinya. Melalui kata-katanya yang sarat makna bisa membuat orang yang tadinya patah semangat menjadi kembali bersemangat. Aku jadi ingat kalimatnya, ....pelukis itu harus mampu untuk melukis meski dalam kekosongan sekalipun dan ....anggap ini langit, langit ini kosong, tapi kita tau langit tidak pernah kosong.... Dan sejujurnya aku sangat terkesan dengan kalimat itu.

Aku sempat mau protes sih sebenarnya, kenapa ya orang sebaik Luhde harus merasakan rasanya ‘melepas’? Selama proses membaca, aku terus-menerus merasa bahwa tokoh Keenan sedang berusaha untuk menjadikan Luhde sebagai bayang-bayang Kugy. Begitupula dengan Kugy yang masih belum bisa untuk menerima Remi sepenuhnya.

Jadi ingat kata Poyan Wayan yang saat itu bilang bahwa hati itu dipilih bukan memilih. Dan diskusi antara Luhde dan Poyan mengenai kapan kita harus tetap bertahan dan melepaskan? Aku jadi bertanya-tanya, apakah itu cukup adil ketika seseorang ‘berusaha’ melepaskan orang lain dan ‘mencoba’ untuk menerima yang lainnya, sementara ia tau bahwa hatinya berbohong?

Akhirnya, karena nalarku yang tidak sampai untuk melogika apa yang ‘seharusnya’ dan ‘tidak seharusnya’ terjadi pada tokoh-tokoh itu aku memutuskan untuk diskusi dengan ‘teman seperguruan’.

Aku
Astrie

menurutku, mereka tau bahwa mereka Cuma membohongi diri dan mencari pelarian. Gimana bisa ada orang yang tulus mencintai mereka dan ternyata Cuma jadi pelarian? Kok tega?

tapi bukan berarti dengan yag sekarang gak tulus, karena sesuai kata pak Wayan, bertahan dan melepas, semua tergantung hatimu

iya sih, sudah berusaha untuk bertahan dengan yang tadinya ku sebut ‘pelarian’, dan mungkin mereka berusaha untuk melepaskan yang tadinya ingin dimiliki, tapi yaaa tetep aja....

Dan percakapan panjang lebas terjadi... dan tentu saja aku masih protes...

Kataku, hati itu emang nggak bisa bohong. Artinya, ketika kita bermaksud untuk melepaskan seseorang dan memulai dengan yang baru maka mulailah benar-benar dari kertas kosong, bukannya dimulai dari sketsa yang sudah ada. Dan kalau memang mau kembali ya sekalian saja putar balik. Jangan iya-iya yang tidak-tidak. Kasihan!

Ya, setidaknya itu yang dikatakan oleh logikaku sebagai ‘harusnya...”, tapi mungkin aku salah, hati itu nggak bisa pake logika ya? Dan meskipun aku masih turut berduka atas patahnya hati Luhde, akhirnya aku ikut bersyukur untuknya. Setidaknya ia akan selamat dari kehidupan ‘sebagai bayangan orang lain’ itu.

Jadi ingat kata seorang tokoh dalam drama Korea yang bilang begini, bukankah itu ajaib ketika dua orang yang saling mencintai dapat bersatu? Dan aku juga ingat sebuah kalimat entah diucapkan oleh siapa, dalam film atau buku apa juga lupa, ....aku memang sakit jika akhirnya kau meninggalkanku, tapi aku lebih sakit jika kau tetap bertahan denganku tapi kau terpaksa mencintaiku...

Dan pada akhirnya aku paham, bahwa kita tidak pernah bisa melogika urusan hati, dan hati juga tidak bisa melawan apa yang memang harus terjadi. Pada akhirnya, itulah yang disebut sebagai....takdir!

*melambaikan bendera putih tanda meyerah*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waiting for the next Kimi Ni Todoke's season

indonesian school uniform

Interaksi GXE (Genotipe x Lingkungan) sebagai konsep Stabilitas dalam Pemuliaan Tanaman