Interaksi GXE (Genotipe x Lingkungan) sebagai konsep Stabilitas dalam Pemuliaan Tanaman

1.  Pengujian beberapa genotip
(Syukur et al., 2012) mengatakan bahwa pemuliaan tanaman bertujuan untuk memperbaiki karakter tanaman sehingga didapatkan karakter yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi genetik dan adanya interaksi genotip x lingkungan (GxE).
Banyak karakter penting seperti karakter produksi, kadar protein dan kualitas hasil yang dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing mempunyai pengaruh kecil terhadap karakter tersebut, karakter ini disebut sebagai karakter kuantitatif. Karakter kuantitatif sangat dipengaruhi oleh peran lingkungan. Sehingga penting bagi seorang pemulia untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gen terhadap karakter tersebut dan jika ada pengaruh lingkungan maka seberapa besar pengaruh lingkungan tersebut.
Teori mendel tidak dapat digunakan untuk menjelaskan tentang proses pewarisan karakter kuantitatif, karena teori mendel hanya dapat digunakan untuk karakter yang dikendalikan oleh gen-gen tunggal umumnya untuk karakter kualitatif. Oleh karena itu perlu digunakan cara analisis yang berbeda yaitu dengan menggunakan analisis genetika kuantitatif. Karakter-karakter tersebut dianalisis dengan menggunakan besaran-besaran kuantitatif. Karakter kuantitatif tidak berdiri sendiri melainkan juga terpengaruh oleh lingkungan yaitu penampilan atau fenotip tanaman dipengaruhi oleh adanya pengaruh lingkungan terhadap ekspresi gen yang ada dalam tanaman.
Faktor genetik tidak akan memperlihatkan karakter yang dibawanya kecuali dengan adanya faktor lingkungan yang dibutuhkan oleh tanaman yang terpenuhi, begitu juga sebaliknya meskipun kita sudah memperbaiki faktor-faktor lingkungan kita tidak bisa mendapatkan karakter yang kita inginkan apabila tanaman tersebut tidak memiliki faktor genetik yang mendukung. Sehingga pada perkembangannya, apabila pemulia ingin mengambil kesimpulan dalam pelaksanaan seleksi maka ia harus mengetahui benar besaran-besaran fenotip yang ada tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan.
Interaksi genotip x lingkungan (GxE) dapat digunakan oleh pemulia tanaman untuk mengembangkan varietas unggul baru yang spesifik lungkungan ataupun varietas yang dapat beradaptasi luas. Hal ini dapat terlihat dari bentuk interaksi genotip x lingkungan, apabila interaksi GxE tinggi maka varietas dapat dikembangkan sebagai varietas yang spesifik lokasi, sementara apabila interaksi GxE rendah maka dapat dikembangkan menjadi varietas beradaptasi luas.
Uji adaptasi adalah salah satu syarat pelepasan varietas ataupun untuk pendaftaran dan peredaran varietas. Dari hasil uji adaptasi inilah dapat diketahui kunggulan calon varietas dan daya adaptasinya serta dapat digunakan untuk mempelajari stabilitas calon varietas terhadap berbagai lingkungan yang berbeda.
Materi pengujian sebagai bahan genetik untuk uji adaptasi andalah benih dari calon varietas yang akan dilepas. Materi genetik yang akan diuji keunggulannya dapat berbentuk galur, mutan, hibrida, transgenik, bersari bebas, introduksi, calon pohon induk tunggal (PIT), klot dan populasi dari calon varietas yang dilepas.
2.  Lingkungan
Menurut Basuki (2005) lingkungan adalah semua faktor non genetik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan mikro yang berbeda pada setiap tanaman dalam plot yang sama dan diberikan perlakuan sama, sementara lingkungan makro adalah total keseluruhan lingkungan mikro tanaman yang membentuk populasi yang memberikan pengaruhnya dalam satuan plot. Perbedaan dalam lingkungan makro dapat berupa lokasi (iklim, ketinggian tempat, kelembaban udara, penyinaran, tanah) dan musim. Setiap genotip mungkin memiliki preferensi lingkungan yang berbeda mengenai kondisi lingkungan dan musim. Perbedaan dalam pengelolaan budidaya juga termasuk dalam perlakuan perbedaan lingkungan makro misalnya menyiraman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Begitupula dengan perlakuan buatan, setiap genotip mungkin akan menghasilkan respon yang berbeda terhadap perlakuan pemupukan dan pemberian air, begitu pula untuk respon ketahanan terhadap hama penyakit.
Menurut Syukur et al., (2012), lokasi yang digunakan untuk pengujian berupa agroekosistem yang mewakili karakteristik agroekosistem wilayah sentra produksi, pengujian dataran berupa dataran rendah (<400 dan="" mdpl="" medium="" tinggi="">700 mdpl) dan pada agroekosistem yang spesifik.
Sementara itu untuk pengujian adaptasi terhadap musim dapat dilakukan pengujian berdasarkan musim sesuai dengan tujuan pengembangan varietas yang akan dilepas. Jadi jumlah unit dan lama pengamatan uji adaptasi tergantung pada tujuan pengujian yang dilakukan. Sebagai contoh pengujian untuk calon varietas untuk mengetahu adaptasinya pada musim hujan dan kemarau maka pengujiannya juga dilakukan pada dua musim tersebut. Pengujian dapat dikombinasikan antara beberapa lokasi pengujian dan beberapa musim.
3.  Interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Seperti yang dikatakan oleh Syukur et al., (2012) sebelumnya bahwa genetik yang unggul tidak akan memberikan hasil yang baik apabila dikembangkan di lingkungan yang tidak sesuai begitu pula sebaliknya meskipun kita memodifikasi lingkungan menjadi lebih sesuai untuk syarat tumbuh tanaman tetapi apabila faktor genetik yang dimiliki tanaman kurang bagus maka kita juga tidak akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa penampilan tanaman (fenotip tanaman) merupakan hasil akhir dari adanya interaksi antara faktor genetik dan non genetik berupa lingkungan.
Basuki, (2005) menjelaskan bahwa komponen non genetik yang ada pada lingkungan akan memberikan kontribusinya bagi tanaman untuk berekspresi, sehingga antara genetik dan lingkungan kemungkinan saling bekerja sama sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain disebut sebagai interaksi genotip x lingkungan (GxE). Dengan adanya interaksi GxE ini menyebabkan respon fenotip untuk setiap genotip, lokasi dan musim pengujian berbeda-beda. Terjadinya perbedaan respon genotip untuk berekspresi sama pada setiap lingkungan pengujian menunjukkan bahwa genotip tersebut berinteraksi dengan lingkungannya (terjadi interaksi GxE).
Sebagai contohnya adalah pengujian beberapa genotip bawang merah di beberapa lokasi pada dua musim (hujan dan kemarau). Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah dari delapan varietas, yaitu Probolinggo, Parman, Kuning, Bima, Biru dan Tiron yang bibitnya berasal dari lahan pasir pantai (disebut Biru-pasir dan Tiron-pasir) serta Biru dan Tiron yang bibitnya berasal dari tanah sawah (disebut Biru-sawah dan Tiron-sawah).
Hasil penelitian Ambarwati et al., (2003) menunjukkan bahwa bawang merah varietas Probolinggo, Tiron-sawah dan Biru-pasir dapat beradaptasi dengan baik dan hasilnya stabil pada berbagai lingkungan pengujian. Varietas Parman dan Kuning dapat beradaptasi dengan baik dan hasilnya stabil jika dibudidayakan pada lingkungan yang berproduktivitas tinggi, dalam hal ini di lokasi sawah pada musim kemarau. Varietas Biru-sawah dan Tiron-pasir tergolong varietas yang dapat beradaptasi khusus pada lingkungan yang kurang produktif, yaitu lahan pasir pantai pada musim kemarau, dan kurang peka terhadap perubahan lingkungan. Varietas Bima merupakan genotipe yang beradaptasi jelek pada semua lingkungan uji dan peka terhadap perubahan lingkungan. Dari hasil penelitian tersebut maka pemulia dapat menentukan langkah pemuliaan yang dapat diambil selanjutnya.

Mengacu pada Basuki (2005) maka dari pengujian terhadap interaksi GxE yang dilakukan untuk beberapa lokasi dan beberapa musim maka akan didapatkan genotip yang memiliki interaksi GxE nyata sehingga dapat dikembangkan sebagai genotip dengan daya adaptasi khusus untuk lingkungan spesifik, sementara untuk genotip dengan interaksi GxE tidak berbeda nyata dapt dikembangkan sebagai genotip dengan daya adaptasi luas untuk berbagai lingkungan. Apabila kita ingin membentuk varietas maka karakter genotip yang beradaptasi luas lebih diutamakan karena selain memudahkan seleksi juga memungkinkan untuk diedarkan pada banyak lokasi dengan kemungkinan variasi lingkungan berbeda.
4.  Analisis interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Interaksi genotip x lingkungan dapat dianalisis dengan menggunakan berbagai pendekatan tergantung pada rancangan yang digunakan baik berupa rancangan kombinasi lingkungan ataupun rancangan berdasarkan silsilah keturunan.
2.1.1        Percobaan pada berbagai kombinasi lingkungan (lokasi dan musim)
Tabel 3. Nilai harapan percobaan berbagai kombinasi lokasi dan musim
No.
Sumber keragaman
Derajat bebas
Kuadrat tengah
Nilai harapan
1
g genotip dalam satu lokasi dan satu musim
Ulangan
(r-1)


Genotip
(g-1)
M2
s2e + r(s2g+s2gl+s2glm)
Galat
(r-1)(g-1)
M1
s2e
Total
(rg-1)


2
g genotip dalam satu lokasi dan m musim
Musim
(m-1)


Ulangan/M
m(r-1)


Genotip
(g-1)
M3
s2e + r(s2gm +s2gml) +
rm(s2g +s2gl)
GxM
(g-1)(m-1)
M2
s2e + r(s2gm +s2gml)
Galat
m(r-1)(g-1)
M1
s2e
Total
(mrg-1)


3
g genotip dalam l lokasi dan satu musim
Lokasi
(l-1)


Ulangan/L
l(r-1)


Genotip
(g-1)
M3
s2e + r(s2gl +s2gml) +
rl(s2g +s2gm)
GxL
(g-1)(l-1)
M2
s2e + r(s2gl +s2gml)
Galat
l(r-1)(g-1)
M1
s2e
Total
(lrg-1)


4
g genotip dalam l lokasi dan m musim
Lokasi
(l-1)


Musim
(m-1)


LxM
(l-1)(m-1)


Ulangan/LM
(r-1)lm


Genotip
(g-1)
M5
s2e + rs2gml + rls2gm + rms2gl + rmls2g
LxG
(l-1)(g-1)
M4
s2e + rs2gml + rms2gl
MxG
(m-1)(g-1)
M3
s2e + rs2gml + rls2gm
LxMxG
(l-1)(m-1) (g-1)
M2
s2e + rs2gml
Gx Ulangan/LM
(g-1)(r-1)lm
M1
s2e
Total
(mlrg-1)


(Syukur et al., 2012)
5.  Penggunaan Analisis Interaksi genotip x lingkungan (GxE)
Rekomendasi terhadap genotipe sebagai jenis/varietas tanaman baru untuk tujuan komersial memerlukan prediksi yang reliabel dan akurat terhadap rata produksi dari setiap varietas pada berbagai lingkungan serta pengetahuan yang memadai tentang interaksi genotipe dan lingkungan.
Dalam kegiatan pemuliaan tanaman, adanya interaksi GxE menyebabkan nilai duga parameter genetik menjadi bias, sehingga seleksi menjadi tidak efektif. Selain itu genotipe yang dimaksud gagal menunjukkan konsistensi penampilan relatifnya antar lingkungan (ruang-waktu). Akibat dari hal tersebut adalah :
·         Sukar memutuskan genotipe-genotipe yang akan diikutkan dalam program seleksi selanjutnya
·         Sukar memutuskan fenotipe yang akan dilepas sebagai varietas unggul
·         Galur-galur harapan dapat tersingkir dalam proses seleksi
Interaksi GxE dalam pemuliaan dikenal dengan istilah adaptasi dan stabilitas. Stabilitas merupakan kemantapan dalam waktu sedangkan adaptabilitas adalah kemantapan dalam ruang. Untuk pengujian statistika, keduanya menggunakan istilah stabilitas. Analisis stabilitas diperlukan untuk mencirikan keragaan genotipe di berbagai lingkungan dan membantu pemulia tanaman dalam memilih genotipe unggul. Stabilitas dan adaptabilitas suatu genotipe penting untuk diperoleh karena varietas hasil rakitan pemulia tanaman, akan ditanam petani pada lingkungan yang berbeda-beda, sehingga perlu varietas yang adaptif: untuk mengurangi resiko petani yang mungkin timbul akibat perubahan lingkungan yang tidak dapat diramalkan.
Berdasarkan konsep stabilitas tersebut, maka arah tujuan program pemuliaan tanaman akibat adanya interaksi G*E adalah memperoleh genotipe berdaya hasil tinggi dan stabil pada lingkungan luas (adaptasi luas) atau genotipe berdaya hasil tinggi pada lingkungan tertentu (adaptasi lokal).

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waiting for the next Kimi Ni Todoke's season

indonesian school uniform