Sejarah: antara budaya, masa lalu, kini dan nanti
"Tiga penyebab utama hancurnya suatu bangsa adalah serbuan negara lain, perang antar saudara dan pertikaian antar agama. Jatuh bangkitnya kerajaan-kerajaan di Nusantara, utamanya tanah Jawa tidak dapat dilepaskan dari tiga hal itu. Manusia memang suka menguasai manusia lain. Golongan satu suka menguasai golongan yang lain".
(Siwi sang, 2013. Girindra. Pena ananda indie publishing. Tulungagung. Pp.iii)
Setidaknya Indonesia terbagi menjadi empat babakan sejarah, yaitu periode pertama masa prasejarah, periode kedua yaitu penguasaan oleh kerajaan-kerajaan di nusantra, periode ketiga yaitu periode masa penjajahan di Indonesia, dan periode keempat yaitu setelah masa kemerdekaan.
Dalam hal ini, sejarah bukan hanya melulu masa lalu tetapi sejarah juga untuk masa depan. Apa maksudnya? Bukankah sudah banyak pepatah mengatakan bahwa guru yang paling baik adalah pengalaman? Dan pengalaman adalah sesuatu yang sudah pernah dialami dan dilalui, sehingga dapat dikatakan sebagai sejarah karena ia sudah berlalu. Lantas apa hubungannya sejarah dengan masa depan? Apa hubungannya antara masa pra sejarah dengan sekarang? Atau apakah penting bagi kita untuk sekedar tau tentang sejarah bangsa di era kejayaan kerajaan2 di nusantara, atau bagaimana sejarah telah menuliskan tentang jamam perjuangam menumpas penjajahan, era setelah kemerdekaan (orde lama, orde baru dan revormasi)?
Tentu saja, sejarah tinggal sejarah kalau hanya untuk diceritakan kepada anak cucu, tapi tentu ada nilai penting di dalamnya kan? Tentang bagaimana taktik politik, ekonomi dan sosial masyarakat, ilmu pengetahuan dan seni budaya berkembang dari satu babakan sejarah ke babakan selanjutnya. Bahkan, dari sekian banyak hal yang ada di masa lalu mumgkin dapat dikaji ulang, dibenahi dan disempurnakan sehingga bisa diadopsi sebagai teknik baru untuk dikembangkan di masa kini atau masa depan.
depoknews.com menulis:
"Sejarah bukan sebuah nostagia yang didalamnya terdapat sebuah makna. Setidaknya itulah arti sejarah bagi para veteran yang memperjuangkan kemerdekaan RI pada tahun1945. Dengan arti sejarah seperti itu, veteran pejuang 45 membuat sebuah organisasi yang menampung ide dan cita-cita kemerdekaan mereka".
Ada sebuah makna yang terkandung di dalam sebuah sejarah yang mungkin dapat diadopsi atau setidaknya menjadi sebuah pelajaran bagi generasi penerus untuk mengambil atau menolak sebuah keputusan, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Karena setiap perbuatan yang akan dilakukan pasti akan menuai dampak, tapi dampak yang seperti apa sering kali kita tidak tau, bagaimana supaya tau? Jawabannya adalah dengan belajar dari pengalaman di masa lalu yang disebuat sebagai sejarah.
Sebagai permisalan. Misalnya kita jalan-jalan, terus di depan kita ada lubang genangan air yang kita tidak tahu akhirnya kaki kita masuk di lubang itu. Nah, besoknya lagi kita jalan-jalan di jalan yang sama, masak iya mau kecemplung di lubang yang itu-itu lagi? Kalo saya sih ogah. Bahkan untuk kecemplung di lubang yang lainpun juga ogah. Artinya, sebagai pengalaman kita harus lebih hati-hati baik ketika dihadapkan pada kondisi yang sama atau berbeda tetap harus belaar dari pengalaman.
Kalau diingat-ingat jamannya penjajahan dulu kenapa ya kita kok nggak merdeka-merdeka? Barangkali salah satunya karena sifat bangsa ini yang terlalu percaya kepada pihal asing dalam hal perdagangan sehingga perdagangan (monopoli), selain itu ketertarikan terhadap sumberdaya alam yang melimpah membuat mereka greedy untuk menguasai, apalagi rakyatnya masih belum bersatu dalam hal pertahanan nasional dan penjagaan aset negara (holloeee jaman itu yaa) makanya kita dijajah. Kan lumayan, hartanya (SDA) dapat, lha manusianya (SDL)nya bisa dimanfaatkan juga.
Ini hanya sebagai gambaran dari latar belakang, tapi untuk saat ini cukup deh rasanya untuk membentuk masyarakat yang berpendidikan sehingga mengerti tentang pentingnya makna "bersatu" dan menyejahterakan diri sendiri untuk menjadi bangsa yang sejahtera. Masalahnya adalah, bisakah birokrasi tidak menjadi benturan bagi setiap keputusan yang baik dan bisakah kita membentuk masyarakat yang bersatu jika sifat kedaerahan dan golongan masih menjadi yang nomer satu?
Sebagai permisalan. Misalnya kita jalan-jalan, terus di depan kita ada lubang genangan air yang kita tidak tahu akhirnya kaki kita masuk di lubang itu. Nah, besoknya lagi kita jalan-jalan di jalan yang sama, masak iya mau kecemplung di lubang yang itu-itu lagi? Kalo saya sih ogah. Bahkan untuk kecemplung di lubang yang lainpun juga ogah. Artinya, sebagai pengalaman kita harus lebih hati-hati baik ketika dihadapkan pada kondisi yang sama atau berbeda tetap harus belaar dari pengalaman.
Kalau diingat-ingat jamannya penjajahan dulu kenapa ya kita kok nggak merdeka-merdeka? Barangkali salah satunya karena sifat bangsa ini yang terlalu percaya kepada pihal asing dalam hal perdagangan sehingga perdagangan (monopoli), selain itu ketertarikan terhadap sumberdaya alam yang melimpah membuat mereka greedy untuk menguasai, apalagi rakyatnya masih belum bersatu dalam hal pertahanan nasional dan penjagaan aset negara (holloeee jaman itu yaa) makanya kita dijajah. Kan lumayan, hartanya (SDA) dapat, lha manusianya (SDL)nya bisa dimanfaatkan juga.
Ini hanya sebagai gambaran dari latar belakang, tapi untuk saat ini cukup deh rasanya untuk membentuk masyarakat yang berpendidikan sehingga mengerti tentang pentingnya makna "bersatu" dan menyejahterakan diri sendiri untuk menjadi bangsa yang sejahtera. Masalahnya adalah, bisakah birokrasi tidak menjadi benturan bagi setiap keputusan yang baik dan bisakah kita membentuk masyarakat yang bersatu jika sifat kedaerahan dan golongan masih menjadi yang nomer satu?
Komentar
Posting Komentar