Terror Ep.3
Angin pagi hari merayu hati yang gundah dan terpisah dari kesatuan cinta. Mencari pengharapan dalam setiap langkah yang dijamahnya dengan keraguan yang mendekap erat. Handie melangkahkan kakinya limbung. Semalaman ia jadi memikirkan penulis syair - syair itu. Siapa pula yang mengirimkannya, apa jangan - jangan memang benar yang mengirimkannya dan yang menuliskan adalah Dea? Cewek manja itu? Batinnya.
" Woe....ngapain bengong begitu?", tanya Rhysta lagi ketika mendapati sahabatnya 'manyun' begitu.
" Heehhhss....!", dihelanya nafas panjang sambil meletakkan tasnya di meja. Lalu duduk.
" Aku... dapat surat rahasia Ta! Surat cinta, maksudku puisi cinta...!".
" Hah...dari siapa Han...?", Rhysta gagap. Handie menggeleng pelan. Lalu ia menunjuk matanya. Rhysta tertawa terbahak - bahak, mata Handie merah, tanda kurang tidur.
" Salah sendiri nggak tidur semalaman... maaf ya kamu telpon gak aku angkat, ngantuk Han, nggak taunya kamu mau cerita tentang penggemar rahasiamu itu ya...?", Handie mengangguka lagi. Kedekatan dua sahabat ini tak ayal mengundang kecemburuan seseorang dari balik tembok kelasnya.
Tanpa diminta, dalam hatinya sendiri Dea menuliskan syair lagi, entah mengapa, tapi ia selalu mampu membuatnya, termasuk dalam situasi seperti ini. Diambilnya kertas kosong dan menulis,
" Woe....ngapain bengong begitu?", tanya Rhysta lagi ketika mendapati sahabatnya 'manyun' begitu.
" Heehhhss....!", dihelanya nafas panjang sambil meletakkan tasnya di meja. Lalu duduk.
" Aku... dapat surat rahasia Ta! Surat cinta, maksudku puisi cinta...!".
" Hah...dari siapa Han...?", Rhysta gagap. Handie menggeleng pelan. Lalu ia menunjuk matanya. Rhysta tertawa terbahak - bahak, mata Handie merah, tanda kurang tidur.
" Salah sendiri nggak tidur semalaman... maaf ya kamu telpon gak aku angkat, ngantuk Han, nggak taunya kamu mau cerita tentang penggemar rahasiamu itu ya...?", Handie mengangguka lagi. Kedekatan dua sahabat ini tak ayal mengundang kecemburuan seseorang dari balik tembok kelasnya.
Tanpa diminta, dalam hatinya sendiri Dea menuliskan syair lagi, entah mengapa, tapi ia selalu mampu membuatnya, termasuk dalam situasi seperti ini. Diambilnya kertas kosong dan menulis,
Biar saja angin malam merajai rasaku
Sekalipun dia membantumu mengenyahkanku
Maka aku takkan berlari lagi dari malam
Biarkan temaramnya senja menghardikku
Bukan karena aku tak bisa mengalahkannya
Aku hanya memberinya sayap untuk terbang
Tapi tunggu, sampai aku mengambilnya kembali
Dan dia tersungkur di jurang kehidupan
Kau kan tahu, akulah yang pantas...!
Sekalipun dia membantumu mengenyahkanku
Maka aku takkan berlari lagi dari malam
Biarkan temaramnya senja menghardikku
Bukan karena aku tak bisa mengalahkannya
Aku hanya memberinya sayap untuk terbang
Tapi tunggu, sampai aku mengambilnya kembali
Dan dia tersungkur di jurang kehidupan
Kau kan tahu, akulah yang pantas...!
" Weits... penyair kuta berpuisi lagi rupanya...?", Dhina mencandainya. Tapi Dea sedang tidak ingin diganggu gugat kesendiriannya untuk merenung.
" Nih... baca aja, tapi aku mau menyendiri dulu ya...jangan ganggu! Mo semedi!"
" Tar, wangsitnya aku dikasi tau ya...!", Tia 'nyeletuk' dari belakang.
Dea ngacir ke kelas sebelah, kelas Lutfi, yang dicari selalu ada pada tempatnya. Dan selalu setia mendengar keluh kesah temannya, seperti tempat sampah saja!
" Eh...Fi, kemarin aku naro puisi lagi di meja Handie...kayaknya dia tau...!"
" Wah...bagus dong terus responnya gimana?", "Datar aja tuh... aku boleh minta tolong?".
" Bolehlah...!", " Pancing dia untuk cerita apa dia pernah nerima puisi misterius!".
" Gampang! Terus gimana kalo dia tanya apa aku kenal pengirimnya?".
" Bilang aja yang ngirim ' Dea Dewantary'!".
" Hah? Serius loh...?", Dea mengangguk pasti, yang diajak bicara geleng - geleng kepala.
" Woe... Lagi ngobrolin apa nih...?", tanya Handie yang tiba - tiba datang. Kontan Dea kaget.
" Mo tauuuuukkkk ajaaahhhh...!", ucapnya lalu lari keluar kelas. Handie masih memandanginya heran.
" Kenapa tuha anak?", Lutfi hanya mengangkat bahunya. Dalam hati ia bergumam, ' coba bayangin kalo Handie tau De! Apa kamu akan tetap menghindar begini?'
To be continue_
" Nih... baca aja, tapi aku mau menyendiri dulu ya...jangan ganggu! Mo semedi!"
" Tar, wangsitnya aku dikasi tau ya...!", Tia 'nyeletuk' dari belakang.
Dea ngacir ke kelas sebelah, kelas Lutfi, yang dicari selalu ada pada tempatnya. Dan selalu setia mendengar keluh kesah temannya, seperti tempat sampah saja!
" Eh...Fi, kemarin aku naro puisi lagi di meja Handie...kayaknya dia tau...!"
" Wah...bagus dong terus responnya gimana?", "Datar aja tuh... aku boleh minta tolong?".
" Bolehlah...!", " Pancing dia untuk cerita apa dia pernah nerima puisi misterius!".
" Gampang! Terus gimana kalo dia tanya apa aku kenal pengirimnya?".
" Bilang aja yang ngirim ' Dea Dewantary'!".
" Hah? Serius loh...?", Dea mengangguk pasti, yang diajak bicara geleng - geleng kepala.
" Woe... Lagi ngobrolin apa nih...?", tanya Handie yang tiba - tiba datang. Kontan Dea kaget.
" Mo tauuuuukkkk ajaaahhhh...!", ucapnya lalu lari keluar kelas. Handie masih memandanginya heran.
" Kenapa tuha anak?", Lutfi hanya mengangkat bahunya. Dalam hati ia bergumam, ' coba bayangin kalo Handie tau De! Apa kamu akan tetap menghindar begini?'
To be continue_
Komentar
Posting Komentar