TEKNIK PENYIMPANAN BENIH UNTUK KONSERVASI

Perlakuan Sebelum Penyimpanan

1.      Pemanenan

Pemanenan dan pembersihan benih terbagi atas dua metode yaitu proses kering dan proses basah. Proses kering adalah pemanenan benih yang telah masak dan kering seperti buah-buahan kering misalkan jagung, kacang-kacangan dsb, sementara proses basah adalah pemanenan yang dilakukan pada benih yang berasal dari buah-buahan berair misalkan melon, tomat, meskipun ada pula benih yang dapat dilakukan melalui dua proses baik proses kering maupun basah seperti merica.

Pemanenan hanya dilakukan pada benih yang sudah masak dan bebas dari penyakit. Tanda-tanda benih siap dipanen adalah warna polong dan pembungkus sudah berubah kecoklatan dan kering pada proses kering. Salah satu cara untuk melakukan pengeringan sambil menunggu pengeringan yaitu dengan melakukan pengeringan bersamaan dengan tanaman. Setelah panen dan kering, benih dipisahkan dengan bagian tanaman yang lain. Setelah itu, benih dijemur untuk menurunkan kadar air benih untuk mengantisipasi serangan patogen. Jadi ekstraksi yang dilakukan pada proses kering ntuk buah kering dapat dilakukan secara langsung tanpa melalui proses basah.

2.      Ekstraksi

Proses ekstraksi basah digunakan untuk benih yang memiliki benih basah. Ada tiga tahapan dalam proses ekstraksi basah yaitu: (1) ekstraksi benih dari buah, (2) mencuci benih dan, (3) pengeringan benih.

(1)   Ekstraksi benih dilakukan berdasarkan jenis spesies. Pada buah-buahan yang tidak berlendir dapat dicuci dan langsung dikeringkan saja, sementara benih yang memiliki lendir di permukaan benihnya maka harus melewati proses fermentasi untuk menghilangkan lendir yang ada pada benih. Lendir tersebut harus dihilangkan karena lendir dapat menjadi penyebab serangan patogen dan dapat menghambat perkecambahan. Lama fermentasi tergantung pada suhu dan tanaman itu sendiri.

(2)   Pencucian benih setelah fermentasi selesai dilakukan bertujan untuk menghilangkan lendir yang sudah terpisah dari benih. Pencucian juga dilakukan untuk menghilangkan bagian buah dan tanaman dan benih dengan kualitas rendah.

(3)   Pengeringan benih benih harus dilakukan dengan cepat untuk menghindari perkembangan patogen benih. Setelah benih dirasa kering selanjutnya dilakukan pemeraman sebagai langkah akhir sebelum penyimpanan. Setelah benih diperam selanjutnya dimasukkan dalam kontainer.

3.      Pembersihan dan pengeringan

Pemisahan benih dari bagian lain tanaman misalkan kulit biji, sekam dan lainnya dilakukan baik secara manual ataupun dengan bantuan mesin pembersih benih (threshing machine). Pemisahan benih dari bagian tanaman lain ini dilakukan untuk mendapatkan benih murni.

Pengeringan harus dilakukan untuk menurunkan kadar air benih sebelum benih disimpan. Kadar air yang rendah menyebabkan beih dapat disimpan dalam waktu yang lama. Kebanyakan benih mengalami penurunan viabilitas dan vigor karena kadar air yang tinggi. Kadar air yang tinggi menyebabkan beberapa permasalahan sebagai berikut:

-          Kadar air yang tinggi menyebabkan benih berespirasi yang berakibat pada naiknya temperatur pada penyimpanan. Hal ini dapat menyebabkan benih mati.

-          Kadar air yang tinggi pada benih dapat mendukung perkembangan patogen benih yang dapat menginfeksi benih. Pada kadar air yang tinggi juga menyebabkan hama mudah berkembang

-          Kadar air benih yang masih tinggi memungkinkan benih akan berkecambah sebelum waktu yang diharapkan. Pada beberapa kondisi, benih mengalami perkecambahan selama simpan jika kadar airnya tinggi

-          Pada kadar air yang tinggi, jika terjadi guncangan fisik maka antar benih yang bertumbukan dapat menyebabkan kerusakan fisik benih


Pengeringan dapat dilakukan dengan metode oven, microwave, pengeringan sinar matahari ataupun dengan silika. Pengeringan hingga di bawah 5% dapat menyebabkan benih menjadi dorman selama masa simpan.

Penyimpanan

Terdapat 3 periode penyimpanan yaitu penyimpanan jangka singkat umumnya satu musim tanam, penyimpanan jangka menengah 10 tahun atau kurang, dan penyimpanan jangka panjang yaitu untuk konservasi plasma nutfah antara 10 sampai 50 tahun.

Tujuan utama dari penyimpanan benih bagi petani  adalah untuk menyediakan benih untuk ditanam pada musim selanjutnya, sementara untuk skala konservasi plasma nutfah maka penyimpanan benih lebih ditujukan untuk kegiatan koleksi dan konservasi dengan masa simpan yang diusahakan lebih panjang.

Koleksi dasar merupakan kumpulan dari semua aksesi plasma nutfah yang berbeda, atau satu aksesi dengan aksesi lainnya harus dapat dibedakan dalam kaitannya dengan komposisi genetik. Koleksi contoh aksesi harus sedekat mungkin atau sama dengan varietas atau populasi aslinya dan keberadaanya dapat dipertahankan sebagai sumber daya genetik. Biji plasma nutfah dari koleksi dasar ini umumnya tidak didistribusikan secara langsung kepada pengguna, tetapi disimpan di ruangan dingin yang dapat menjamin viabilitas biji untuk dapat bertahan dalam jangka panjang.
Koleksi kerja/aktif merupakan himpunan aksesi plasma nutfah yang merupakan sumber gen yang diperlukan saat ini dan dapat segera didistribusikan kepada pemulia yang memerlukan dalam rangka pemanfaatan plasma nutfah. Dengan demikian, koleksi kerja meliputi aksesi yang telah dikarakterisasi sifat genetiknya, dan tersedia segera untuk penggunaan multiplikasi dan distribusi. Aksesi plasma nutfah koleksi kerja umumnya disimpan dalam kondisi ruang bersuhu 4oC, yang berfungsi sebagai penyimpanan jangka menengah.

A.    Fakor yang mempengaruhi lama simpan benih

1.      Karakter benih yang disimpan

a.       Berdasarkan karakter fisiologi benih terdiri atas dua kelompok yaitu kelompok orthodox dan rekalsitran. Benih ortodox dapat dikeringkan hingga kadar air 10% hingga lebih rendah, sementara benih rekalsitran dapat dikeringkan hingga 25-45%. Secara lebih terperinci kelas benih berdasarkan kelompok fisiologi dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu: (1) true ortodox, (2) sub ortodox atau intermediate, (3) temperate-recalsitrant, dan (4) tropical-recalsitrant.

Tabel 1. Tipe Benih dan kondisi kadar air dan temperatur

 

Benih Ortodox

Benih Intermediate

Benih Rekalsitran Temperate

Benih rekalsitran tropis

Kadar air simpan

Rendah

Rendah

Tinggi

Tinggi

Temperatur

Rendah

Tinggi

Rendah

Tinggi

(Schmidt. 2000)

Tabel 2. Tipe benih dan karakternya

 

Ortodox

Rekalsitran

Waktu potensial penyimpanan

Dalam kondisi optimal mencapai beberapa tahun

Dalam kondisi toleran mencapai beberapa bulan

Ukuran benih

Sedang-kecil

Besar

Kadar air

Mengalami penurnan kadar air sekitar 6-10% saat masak

Mengalami sedikit penurunan kadar air mencapai 30-70% saat masak

Dormansi

Dormansi terjadi

Dormansi lemah atau tidak terjadi

Metabolisme setelah masak

Tidak terjadi

Terjadi

(Schmidt. 2000)

b.      Berdasarkan morfologi benih, umumnya benih dengan kulit benih yang keras dapat memperlambat metabolisme benih dan dapat menjaga benih dari kerusakan benih selama koleksi dalam penyimpanan.

c.       Berdasarkan kandungan kimia benih, kandungan bahan kimia dalam benih berpengaruh terhadap penyimpanan benih. Benih dengan kandungan minyak yang tinggi misalnya, dapat mempercepat waktu simpan jika dibandingkan dengan benih yang memiliki kandungan pati yang lebih tinggi.

d.      Berdasarkan tingkat kematangan benih, benih yang belum masak tidak dapat melakukan metabolisme dengan baik karena untuk melakukan metabolisme untuk melakukan pertumbuhan morfologi perlu dukungan cadangan makanan, hormon dan enzim-enzim pertumbuhan yang belum terbentuk jika benih belum masak sepenuhnya.

2.      Proses pengelolaan benih mulai panen, ekstraksi, pengeringan dan pembersihan benih juga mempengaruhi pada lama waktu simpan benih. Selama proses pengelolaan benih dapat mempengaruhi pada viabilitas dan vigor tanaman setelah penyimpanan.

3.      Kondisi penyimpanan

a.       Pengaruh suhu terhadap lama simpan, semakin rendah suhu maka masa simpan akan semakin lama. Pasca pengeringan maka kada air benih rendah, hal ini juga mendukung untuk memperlama masa simpan dan menjaga benih agar tetap hidup, sebab kadar air yang tinggi menyebabkan terjadinya pengkristalan air menjadi es yang dapat menebabkan sel-sel pecah dan mati.

b.      Pengaruh kadar air benih pada penyimpanan, kadar air yang tinggi dapat menyebabkan berkembangbiaknya mikroorganisme yang dapat mempercepat laju deteriorasi benih sehingga masa simpan menjadi lebih pendek.

Hubungan antara temperatur dengan kelembaban relatif dan kelembaban relatif dengan kadar air dijelasakan bahwa semakin tinggi temperatur maka laju deteriorasi benih semakin cepat, hal ini disebabkan karena makin tinggi temperatur udara maka kelembaban relatif makin tinggi, semakin tinggi kelembaban relatif maka kadar air benih semakin meningkat, hal ini menyebabkan munculnya permasalahan yang dikarenakan tingginya kadar air benih.

Pengaruh kandungan oksigen. Kandungan oksigen yang rendah selama penyimpanan dapat menyebabkan benih berhenti melakukan metabolisme sehingga benih dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Tidak adanya oksigen juga dapat mengatasi permsalahan perkembangan hama.

Menurut Kartono (2004) penyimpanan kedap udara selain berfungsi menghambat kegiatan biologis benih, juga berfungsi menekan pengaruh kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban, serta mengurangi tersedianya oksigen, kontaminasi hama, kutu, jamur, bakteri dan kotoran. Kadar air awal dan kemasan sangat berpengaruh dalam mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan.

B.    Fasilitas penyimpanan benih

Penyimpanan pada suhu dingin (cool storage) dilakukan berdasarkan teori yang menyebutkan bahwa semakin dingin suhu maka lama simpan semakin panjang. Benih-benih dimasukkan dalam penyimpanan suhu dingin pada refrigerator atau freezer. Suhu penyimpanan disesuaikan dengan kondisi benih umumnya untuk benih rekalsitran tidak dapat disimpan lebih rendah dari suhu -3oC sedangkan ortodox dapat disimpan pada suhu -18 oC hingga -20oC, namun semakin tinggi suhu maka penyimpanan lebih singkat. Selain itu, benih harus diturunkan kadar airnya dan disimpan pada kontainer yang terbuat dari bahan yang tidak menyebabkan bertambahnya kelembaban udara, misalkan plastik, kaca dan drum.


  Perlakuan Setelah Penyimpanan

1.      Dormansi benih

Dormansi adalah benih yang menunda perkecambahan untuk dapat berkecambah pada waktu yang tepat. Pada proses penyimpanan benih, benih diturunkan kadar airnya hingga mencapai fase dorman, pada fase ini benih tidak menjalankan fungsi metabolismenya, sehingga cadangan makanan masih utuh dan pada saatnya nanti benih akan ditanam kembali maka benih masih dapat berkecambah. Setelah benih dikeluarkan dari tempat penyimpanan, jika mengalami dormansi maka dormansi tersebut dapat disebabkan karena faktor fisik dan fisiologi. Kulit benih yang keras disebut faktor fisik yang diatasi dengan skarifikasi, sementara akibat penyimpanan pada suhu rendah biasanya menyebabkan dormansi fisiologis yang dapat diatasi dengan stratifikasi yaitu dengan perendaman dengan air hangat ataupun zat-zat kimia yang dapat mengaktifkan enzim-enzim pertumbuhan dalam benih tersebut yang inaktif selama dormansi.

2.      Viabilitas Vigor

Viabilitas dan vigor tanaman bergantung pada beberapa faktor misalkan faktor eksternal yaitu temperatur, kelembaban dan patogen dan faktor internal yaitu varietas atau jenis tanaman asal benih dan juga dikendalikan oleh masa simpan. Viabilitas dan vigor terhadap lama simpan berbanding terbalik, semakin lama disimpan maka benih akan mengalami penurunan viabilitas dan vigor. Penurunan viabilitas dan vigor terhadap waktu terdiri atas 3 stage yaitu: (1) benih mengalami penurunan perkecambahan dari 100% menjadi 80% atau di atasnya, (2) penurunan kemampuan berkecambah dengan sangat cepat, dan (3) penurunan benih lambat dari 20% atau di bawahnya hingga benih mati.


3. Rejuvinasi/ regenerasi
Kondisi tempat penyimpanan gen plasma nutfah pada umumnya mengharuskan regenerasi secara periodik, dan sekaligus memperbanyak stok benih di dalam gudang. Dalam melakukan regenerasi/rejuvenasi benih plasma nutfah jagung, hal yang paling penting adalah mempertahankan komposisi dan integritas genetik dari aksesi dan mempertimbangkan biaya yang diperlukan. Kegiatan yang paling penting dari konservasi adalah mempertahankan viabilitas benih dari setiap aksesi plasma nutfah dalam bank gen. Regenerasi diperlukan bila daya tumbuh benih kurang dari 85% dan bila jumlah benih sudah mencapai batas minimum.
Regenerasi memerlukan waktu, tenaga, ketelitian, dan biaya yang besar serta berpotensi negatif terhadap adanya perubahan aksesi, karena perubahan komposisi genetik atau aksesi akibat serangan hama dan penyakit. Oleh karena itu, regenerasi dilaksanakan dalam frekuensi agak jarang. Untuk tanaman yang menyerbuk silang seperti jagung, aksesi diperbaharui dengan mencegah terjadinya penyerbukan silang antarvarietas. Untuk menjaga komposisi genetik, beberapa pemulia menganjurkan untuk melakukan penanaman materi genetik yang direjuvinasi dan menggabung pollen dengan cara bulk, dan hasil benih kembali disimpan pada siklus selanjutnya. Teknik tersebut bertujuan agar benih baru dari hasil rejuvenasi memiliki komposisi genetik yang sama dengan aksesi awalnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bonner. F.T., Storage of Seeds. USDA Forest Service’s Southern Research Station, Mississippi State, Mississippi

D.L. Schmidt. 2000. Extract from ‘Guide to Handling of Tropical and Subtropical Forest Seed’. Forest Seed Centre

McCormack, J.H. 2004. Seed Processing and Storage. Garden Medicinals and Culinaries

Sutoro dan N. Zuraidah. Pengelolaan Plasma Nutfah Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dongkrak Rasa Nasionalisme!!!

Interaksi GXE (Genotipe x Lingkungan) sebagai konsep Stabilitas dalam Pemuliaan Tanaman